Monday, July 5, 2010

Liburan ke Semarang

Saya baru saja pulang dari kampung halaman. To be honest, it totally wasn't nice vacation. I have argued with my grumpy brother (as 30th years old man, he doesn't grown up at all !!!), my husband and i run out money now (his job has to be freeze and his salary hasn't given until now). So... these all make me ... fiiuuhh... (-_-) i lost my passion...

But the good news is my wedding photography has finished and it's already printed (finally). And i have lots of story about my trip to Semarang and Pekalongan.

Seperti yang sudah saya beritakan di posting sebelumnya, perjalanan saya ke Semarang dalam rangka menghadiri pesta pernikahan sepupu serta temu kangen dengan teman-teman semasa kuliah. Tapi, tentu saja saya tidak bisa melewatkan kesempatan berburu kuliner. Ini saatnya balas dendam, karena dulu sebagai mahasiswa dengan kondisi finansial pas-pasan saya tidak banyak merasakan nikmatnya jajanan Semarang.

Kemarin saya mencicipi lumpia paling eennnaaakkk se-Semarang. Namanya lumpia Mbak Lien, lokasinya di jalan Grajen dekat Sri Ratu Pemuda. Lumpia ini enggak bau 'pesing' seperti kebanyakan lumpia yang kita temui. Rasanya mantaapp, manisnya pas. Apalagi kalau makannya ketika masih hangat sambil memandang eksotisnya Lawang Sewu, (ini sebenarnya pembenaran, gara-gara saya sudah kelaperan waktu jalan-jalan di dalam Lawang Sewu). Enaak tenaann, beneran mak nyus dehh. Harganya memang lebih mahal dibanding lumpia lain, yaitu Rp 9000/lumpia, tapi enggak bakal nyesel deh. Ketenaran lumpia ini sudah pernah dimuat di berbagai media salah satunya Kompas.

By the way, saya sempat kaget ketika tahu sekarang untuk masuk ke Lawang Sewu harus bayar HTM sebesar Rp 10000. Hiyaa mahal amaaattt!! Padahal dulu nih jamannya saya masih kuliah, cuma bayar parkir doang sama juru kuncinya, itu juga cuma Rp 2000. Jadi sekarang Lawang Sewu dijadikan Museum Kereta Api gitu, makanya pake HTM. Ya semoga dengan begitu Lawang Sewu dapat semakin dirawat dan dijaga kelestariannya.

Selain lumpia, saya juga mencicipi Es Dawet Duren. Lokasinya di daerah Kampung Kali depan SMA Theresia, tak jauh dari Simpang Lima. Wiiuuhhh... enaaaknyaaa... panas-panas minum Es Dawet Duren dipayungi semilir pohon rindang. Makanya Pak Bondan pernah kemari, rasanya beneran maak nyuuussshh!!! Esnya berisi dawet home-made, tape ketan putih, serta buah duren dengan es serut dan kuah santan yang dilumuri gula jawa cair yang kueenteell banget.

Uniknya warna dawetnya itu putih, bukan hijau seperti yang sering kita temui. Ternyata menurut Si Penjual, dulu beliau menggunakan daun suji untuk mewarnai dawet. Namun seiring berjalannya waktu daun suji susah ditemui, akhirnya sempat diganti menggunakan pewarna makanan. Kemudian tersiar kabar jika ada pewarna makanan yang menggunakan pewarna tekstil. Oleh karena itu, beliau tidak lagi mau menggunakan pewarna apapun. Makanya dawetnya berwarna putih alami.

Es dawet ini cukup menyegarkan cuaca Semarang yang panasnya naudubillah! Apalagi rasa buah durennya yang sedikit mengobati kerinduan para pecinta duren sebelum musim duren tiba. Namun harganya cukup mahal, untuk satu porsi sebesar mangkok mie ayam harus ditebus dengan Rp 15000. Cukup wajar bila mengingat ini belum saatnya duren muncul di muka bumi hehehe...

next episode Pulang Kampung ke Pekalongan...